“Saya pernah tersiram air panas satu panci, majikan tidak membawa saya ke dokter. Mereka hanya minta saya merendam kaki di ember berisi air es, sembari tangan saya masih menggendong balita yang saya asuh. Saya pun tidak pernah menerima gaji dari majikan. Mereka hanya kasih saya boneka panda besar dan beberapa baju saat saya pamit berhenti.”
Sembari tersedu, Ayik menceritakan pengalamannya ketika hampir lima tahun menjadi pekerja rumah tangga (PRT) di sela diskusi nasional “Jejak Juang Kartini: Melindungi Pekerja Rumah Tangga”, pada Sabtu 23 April 2022.
Nur Khasanah dari JALA PRT yang juga hadir dalam diskusi ini juga memberikan testimoni, Ia menuturkan kegelisahan jutaan PRT di Indonesia yang masih harus menunggu lebih lama lagi untuk mendapatkan perlindungan hukum yang selayaknya.
Ia berharap tahun ini RUU PPRT bisa disahkan menjadi undang-undang, agar kisah pilu yang menimpa Ayik tidak menimpa PRT-PRt lain di seluruh Indonesia. Penuturan Ayik dan Nur Khasanah pun mampu membuat takjub lebih dari 500 audiens yang hadir dalam diskusi yang diselenggarakan bersama antara Universitas Negeri Semarang (Unesa) dan Komnas Perempuan itu.
Diskusi ini memang bertujuan untuk membangun kesadaran di kalangan akademisi akan urgensi percepatan pengesahan Rancangan Undang-undang Perlindungan PRT atau RUU PPRT menjadi undang-undang. Meski telah diperjuangkan selama lebih 18 tahun, RUU PPRT hingga kini belum ada titik terang kapan disahkan.
Hingga saat ini, belum terlihat tanda-tanda dari DPR dan pemerintah untuk serius membahas rancangan beleid ini. Dukungan para akademisi ini diharapkan akan menguatkan advokasi RUU PPRT sehingga bisa segera disahkan menjadi UU.
“Para insan akademik harus hadir dalam upaya perlindungan kelompok marjinal, diantaranya pekerja rumah tangga,” ujar Rektor Unesa, Nur Hasan saat memberikan sambutan dalam diskusi ini.
Ia mengatakan, diskusi ini merupakan salah satu wujud kepedulian UNESA pada para perempuan pekerja rumah tangga.
RUU Perlindungan PRT memang mengalami jalan berliku panjang. Sejak pertama kali diusulkan pada DPR pada 2004, hingga hari ini RUU Perlindungan tak kunjung disahkan. Namun, Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP), Abetnego Tarigan, menyatakan bahwa saat ini telah terbentuk gugus tugas untuk RUU Perlindungan PRT sebagai upaya percepatan pengesahan RUU Perlindungan PRT.
Para insan akademik diminta hadir dalam upaya perlindungan kelompok marjinal, diantaranya pekerja rumah tangga
Dalam kesempatan ini, Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual memberikan perspektif agama tentang perlindungan pekerja rumah tangga. Melalui kisah Anas bin Malik, Mutim mengajak audiens melakukan refleksi bagaimana semestinya para pemberi kerja membangun relasi mutual dan setara dengan pekerja rumah tangga.
Sementara komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang mengajak mahasiswa yang hadir untuk memberikan dukungan nyata,
“Hal minimal yang bisa dilakukan adik-adik adalah membuat kampanye di media sosial masing-masing yang menyuarakan agar RUU PPRT segera dibahas dan disahkan. Very juga mengajak para mahasiswa untuk membuat kampanye dengan tagar #pekerjarumahtanggabukanpembanturumahtangga.
Di akhir diskusi, mahasiswa yang hadir membacakan dukungan terhadap percepatan pengesahan RUU PPRT. Pernyataan sikap tersebut dibacakan oleh Nasya Aulia Sakinah, perwakilan mahasiswa. Mahasiswa juga mengajak seluruh yang hadir di ruang virtual untuk berdoa bersama agar perjala nanan RUU Perlindungan PRT menjadi undang-undang dimudahkan dan segera disahkan oleh parlemen.
Theresia Iswarini, Komisioner Komnas Perempuan, menyampaikan apresiasinya atas pernyataan sikap tersebut. dukungan mahasiswa UNESA menjadi suntikan energi bagi perjuangan pengesahan RUU P erlindungan PRT.